10:18 PM
0
Dalam belajar bidang ilmu kebumian (geoscience) tentunya ada beberapa sitilah yang menjadi penting untuk dipahami secara mendalam, hal ini karena memang istilah-istilah itu menjadi pondasi pemahaman terhadap suatu konsep kebumian. Beberapa istilah yang coba saya ulas secara ringkas adalah tentang zona benioff, proses kartifikasi, temperatur Currie, kurva Bowen beberapa istilah ini juga sangat berkaitan dengan rumpun geologi minyak bumi dan gas alam.

·         Zona Benioff
Zona Benioff merupakan suatu zona miring yang terentang melalui kerak bumi dan mantel atas sepanjang suatu tepian benua ditentukan oleh pusat-pusat gempa bumi yang secara bersistem menjadi lebih dalam di bawah massa benua.


·         Proses Karstifikasi
Gua bagi orang awam banyak yang membayangkan sebagai tempat yang menjijikkan, kotor, gelap, becek, banyak ular, cacing, bau, dan banyak yang menghubungkan gua dengan tempat mistis. Bahkan bagi salah satu warga di Bedoyo, Gunung Kidul menyatakan bahwa dahulu gua banyak yang ditutup. Oleh warga, mulut gua itu ditutup dengan batu. Batu-batu di tata sedemikian rupa sehingga tidak terlihat adanya gua, terlebih untuk gua  vertikal. Menurut lorongnya gua dibedakan menjadi gua horizontal dan gua vertikal. Untuk panjang lorong dan bentukannya beraneka ragam, tergantung dari proses karstifikasi. Proses karstifikasi adalah proses dimana terjadi pelarutan batuan carbonat sehingga menjadi bentuklahan karst. Untuk gua vertikal sendiri kedalamannnya juga bervariasi, bahkan ada yang sampai 200-an meter dalamnya (Leang Putea di Sulawesi Selatan.

·         Temperature Currie
Sifat magnetik batuan menjelaskan perilaku beberapa zat yang berada dibawah pengaruh medan magnet. Fenomena magnetik muncul dari gerak elektrik partikel bermuatan dalam zat. Ada tiga kelompok utama pada zat yang bersifat magnetik :
Diamagnetik, adalah sifat material yang sulit termagnetisasi. Berdasarkan kuantum, semua elektron pada bahan diamagnetik ini berpasangan. Sehingga jika diterapkan medan magnet maka akan magnetisasi induksi. Karena elektron berorbital menghasilkan medan magnet yang berlawanan arah dengan medan magnet luar sehingga suseptibilitas magnetiknya negatif.
Paramagnetik, adalah sifat material yang mudah termagnetisasi akan tetapi sifat megnetiknya mudah hilang. Momen magnetik material paramagnetik searah dengan medan eksternal sehingga menghsilkan suseptibilitas positif. Proses magnetisasi material paramagnetik dipengaruhi efek agitasi thermal.
Jadi efek-efek ini hanya dapat terjadi bila medan yang diapliksikan lemah. Pada kedua kasus di atas, kekuatan induksi magnet M (momen dipole magnetik per satuan volume) secar langsung berhubungan dengan kuat medan magnet aplikasi H :
M = k.H....................................(1)
Dimana k adalah suseptibilitas magnetik
k = M/H....................................(2)
Secara umum suseptibilitas adalah tensor tingkat dua (rank two). Jika tidak disebutkan symbol “k” berarti  suseptibilitas kuasi isotropic.
Ferromagnetik, adalah sifat material yang mudah termagnetisasi dengan suseptibilitas magnetik yang sangat besar. Ferromagnetik bergantung pada suhu, berkurang dengan turunnya suhu dan hilang pada suhu Curie.

Ferromagnetik dibedakan menjadi :
a)     Antiferomagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas seperti benda para magnetik tetapi nilainya naik dengan kenaikan suhu dan pada suhu tertentu akan turun.
b)      Ferrimagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas yang besar tergantung temperatur.

Bila temperatur lebih tinggi dari
·            Temperatur Curie Tc untuk ferro-/ferrimagnetik
·            Temperatur Ne’el Tn untuk antiferromagnetik material mempunyai sifat paramagnetik.

Material Ferro- dan ferrimagnetik menunjukkan kurva histeresis untuk tidak bergantung pada magnetisasi pada kuat medan magnet. Magnetisasi tergantung pada kuat medan dan sejarah magnetik, dan menunjukkan fenomena remanensi magnetik.

Dapat diperhatikan pula bahwa bentuk kurva histeresis dan  besarnya berubah-ubah tergantung pada :
·            Sifat intrinsik dari komponen ferrimagnetik
·            Ukuran butir
·            Tegangan internal

·         Kurva Bowen
               Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.
               Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
              


Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).

1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.


2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk). Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.
Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.
Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral. Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz (kuarsa). Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan independent.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Recent Post