Proses Syari Sebuah Pernikahan,
Bagi kita yang hendak dan tentunya siap untuk menikah, kadang kita sering bertanya-tanya apa yang harus kita lakukan menuju mahligai itu?
Apa mau ikut cara sesat dan menyesatkan melalui 'PACARAN'?
Atau kedok 'PACARAN' yang dibalut prosesi formal melalui 'TUNANGAN'?
Hmm.. Ketika memang kita ingin menata hati dengan suci, tentunya jalan dan metodenya harus suci dong, sakral dong. Ibarat mau wudlu atau mandi tentunya tidak sembarang air yang dipakai, tentu memilih yang suci lagi menyucikan kan. Atau ingin membantu para fakir tentunya harta yang kita berikan WAJIB harta yang halal juga dong, bukan seperti kisah ROBINHOOD yang dia memilih merampok dan mencuri walau tujuannya untuk membantu para fakir, yang namanya maling ya maling. ^_^
Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan beberapa orang, yang sebenarnya jika ditanya apa yang mereka tahu tentang tuntunan Islam dalam hal ini mereka pun tidak bisa menjawab. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab, proses yang santun, jelas dan penuh etika sosial. Bukan “coba dulu baru beli" dan atau kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana banyak yang dilakukan pacaran kawula muda di masa sekarang.
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:
1. Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama (catatan penting pemahaman sesuai yang diajarkan Alloh serta rasulnya dalam Al Quran dan Sunnah), sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan (kayak menjajaki dalamnya sungai aja hahaha) calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf. ” (Al-Ahzab: 32)
Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi (yang masih asing) kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam). ” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164) Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:
1. Wanita itu shalihah,
karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent. ) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka. ” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
2. Wanita itu subur rahimnya.
Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah. Atau juga dengan melihat jari kelingkingnya seperti yang saya tulis pada artikel tentang tibbun nabawi.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian. ” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
3. Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma ketika memberitakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”
Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya, bahwa ia memiliki banyak saudara perempuan yang masih belia, sehingga ia enggan mendatangkan di tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak bisa mengurusi mereka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memujinya, “Benar apa yang engkau lakukan. ” (HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan Muslim no. 3622, 3624)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit. ” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)
Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu 'anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah.
Dalam hal ini masih belum masuk ke prosesi peminangan (khitbah) yang insyaAlloh akan saya tulis di beberapa artikel ke depan.
Wallahu'alam..
Dalam hal ini masih belum masuk ke prosesi peminangan (khitbah) yang insyaAlloh akan saya tulis di beberapa artikel ke depan.
Wallahu'alam..
Oleh :
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.