Dalam belajar bidang ilmu kebumian (geoscience) tentunya ada beberapa sitilah yang menjadi penting untuk dipahami secara mendalam, hal ini karena memang istilah-istilah itu menjadi pondasi pemahaman terhadap suatu konsep kebumian. Beberapa istilah yang coba saya ulas secara ringkas adalah tentang zona benioff, proses kartifikasi, temperatur Currie, kurva Bowen beberapa istilah ini juga sangat berkaitan dengan rumpun geologi minyak bumi dan gas alam.
·
Zona
Benioff
Zona Benioff merupakan
suatu zona miring yang terentang melalui kerak bumi dan mantel atas sepanjang
suatu tepian benua ditentukan oleh pusat-pusat gempa bumi yang secara bersistem
menjadi lebih dalam di bawah massa benua.
·
Proses
Karstifikasi
Gua bagi orang awam banyak yang
membayangkan sebagai tempat yang menjijikkan, kotor, gelap, becek, banyak ular,
cacing, bau, dan banyak yang menghubungkan gua dengan tempat mistis. Bahkan
bagi salah satu warga di Bedoyo, Gunung Kidul menyatakan bahwa dahulu gua
banyak yang ditutup. Oleh warga, mulut gua itu ditutup dengan batu. Batu-batu
di tata sedemikian rupa sehingga tidak terlihat adanya gua, terlebih untuk gua
vertikal. Menurut lorongnya gua dibedakan menjadi gua horizontal dan gua
vertikal. Untuk panjang lorong dan bentukannya beraneka ragam, tergantung dari
proses karstifikasi. Proses karstifikasi
adalah proses dimana terjadi pelarutan batuan carbonat sehingga menjadi
bentuklahan karst. Untuk gua vertikal sendiri kedalamannnya juga
bervariasi, bahkan ada yang sampai 200-an meter dalamnya (Leang Putea di
Sulawesi Selatan.
·
Temperature
Currie
Sifat magnetik batuan menjelaskan perilaku beberapa
zat yang berada dibawah pengaruh medan magnet. Fenomena magnetik muncul dari
gerak elektrik partikel bermuatan dalam zat. Ada tiga kelompok utama pada zat
yang bersifat magnetik :
Diamagnetik,
adalah sifat material yang sulit termagnetisasi. Berdasarkan kuantum, semua
elektron pada bahan diamagnetik ini berpasangan. Sehingga jika diterapkan medan
magnet maka akan magnetisasi induksi. Karena elektron berorbital menghasilkan
medan magnet yang berlawanan arah dengan medan magnet luar sehingga
suseptibilitas magnetiknya negatif.
Paramagnetik,
adalah sifat material yang mudah termagnetisasi akan tetapi sifat megnetiknya
mudah hilang. Momen magnetik material paramagnetik searah dengan medan
eksternal sehingga menghsilkan suseptibilitas positif. Proses magnetisasi
material paramagnetik dipengaruhi efek agitasi thermal.
Jadi
efek-efek ini hanya dapat terjadi bila medan yang diapliksikan lemah. Pada
kedua kasus di atas, kekuatan induksi magnet M (momen dipole magnetik per
satuan volume) secar langsung berhubungan dengan kuat medan magnet aplikasi H :
M = k.H....................................(1)
Dimana k
adalah suseptibilitas magnetik
k = M/H....................................(2)
Secara umum
suseptibilitas adalah tensor tingkat dua (rank two). Jika tidak disebutkan
symbol “k” berarti suseptibilitas kuasi isotropic.
Ferromagnetik, adalah sifat material yang mudah
termagnetisasi dengan suseptibilitas magnetik yang sangat besar. Ferromagnetik
bergantung pada suhu, berkurang dengan turunnya suhu dan hilang pada suhu
Curie.
Ferromagnetik
dibedakan menjadi :
a) Antiferomagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas seperti benda para
magnetik tetapi nilainya naik dengan kenaikan suhu dan pada suhu tertentu akan
turun.
b)
Ferrimagnetik, material yang mempunyai suseptibilitas yang besar tergantung
temperatur.
Bila temperatur lebih tinggi dari
·
Temperatur Curie Tc untuk ferro-/ferrimagnetik
·
Temperatur Ne’el Tn untuk
antiferromagnetik material
mempunyai sifat paramagnetik.
Material
Ferro- dan ferrimagnetik menunjukkan kurva histeresis untuk tidak bergantung
pada magnetisasi pada kuat medan magnet. Magnetisasi tergantung pada kuat medan
dan sejarah magnetik, dan menunjukkan fenomena remanensi magnetik.
Dapat
diperhatikan pula bahwa bentuk kurva histeresis dan besarnya berubah-ubah
tergantung pada :
·
Sifat intrinsik dari komponen
ferrimagnetik
·
Ukuran butir
·
Tegangan internal
·
Kurva Bowen
Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses
pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin,
magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan
faktor utama dalam pembentukan mineral.
Tahun
1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral
terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai
magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan
menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju
pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam
skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili
dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret
reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret
reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).
1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan
feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi
dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar
(Ca–Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu
sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion,
feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO)
hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium
terbentuk.
2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana
satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu
dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan
mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di
bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi
stabil (terbentuk). Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium
(CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk.
Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.
Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang
telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan
mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang
telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.
Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan
magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral. Apabila
kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan
sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica.
Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium
Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi.
Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan
membentuk Quartz (kuarsa). Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak
termasuk dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah
dan independent.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.