BELAJAR MENJAWAB
DENGAN BENAR DAN BIJAK
Ada sebuah pertanyaan:
"Saya sudah mengakui bahwa Manhaj Salaf adalah manhaj yang haq. Tapi saya masih belum punya keberanian untuk berkomitmen dengan manhaj ini, karena saya merasa belum siap terikat oleh berbagai aturan syariat yang notabene merupakan ciri khas dari manhaj ini. Saya masih terlalu labil. Saya belum berani menjalani manhaj Nabawi ini. Maka, menurut Anda, apa yang harus saya lakukan?"
Si A menjawab:
"Kalau begitu ya Antum jadi orang awam saja selamanya. Tidak perlu Salaf-salafan. Manhaj Salaf tidak cocok dengan orang lemah dan pecundang seperti Antum......"
Si B menjawab:
"Antum banyak belajar saja dulu, Akhi. Lama-lama Antum juga bakal berani......"
Si C menjawab:
"Akhi fillah, barakallahu fiik... Sesungguhnya tidak ada yang perlu ditakuti dari Manhaj Salaf yang mulia ini. Manhaj ini tidaklah sekaku dan sekeras yang di-image-kan banyak orang yang kurang berilmu. Manhaj Salaf ini memiliki ruang tasamuh (toleransi) yang cukup untuk membuat nyaman para pengikutnya, terutama para pemula. Yakni, jalanilah apa yang sanggup dijalani dari perkara syariat. Adapun, perkara yang belum sanggup untuk dijalani, maka tidak perlu terburu-buru selama memang masih ada batas waktu toleransi. Teruslah belajar dan banyak berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk bisa menjalani syariat yang belum bisa dijalani tersebut.
Contoh:
Anda sudah beberapa bulan mengenal Manhaj Salaf. Tapi Anda masih belum bisa memakai celana di atas mata kaki, yakni tidak isbal. Maka, bukan berarti kemudian Anda berhenti ngaji sama sekali. Namun, tetaplah Anda belajar agama meskipun Anda masih isbal. Seiring dengan itu, banyaklah berdoa memohon kekuatan kepada Allah agar bisa terselamatkan dari isbal. InsyaAllah, dengan Anda tetap ngaji di majelis ilmu, aqidah dan tauhid semakin kokoh, semakin kuat hati dan iman Anda untuk menerapkan syariat Allah. Yang penting, jangan menjadikan ketidak siapan Anda melaksanakan suatu perkara syariat sebagai alasan untuk meninggalkan manhaj yang telah hadir di depan mata dan telah Anda akui kebenarannya. Sungguh, sikap lari seperti itu justru merupakan was-was syaithon untuk menjauhkan manusia dari kebaikan dan kebenaran. Saya turut berdoa semoga Allah selalu menjaga dan menguatkan pijakan kaki Anda di atas alhaq. Ahyakallah....."
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,
Kalau kita perhatikan 3 contoh jawaban di atas, maka akan tampak bahwa:
- Jawaban Si A tidak benar dan tidak bijak.
- Jawaban Si B benar tapi tidak bijak.
- Jawaban Si C benar dan bijak.
Apa batasan "BENAR" dan "BIJAK"?
BENAR adalah mencocoki nilai Al-Qur'an dan As-Sunnah serta sesuai dengan prinsip mashlahat maupun dhowabith syar'iyyah yang diperlukan.
BIJAK adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya; sesuai tuntutan situasi dan kondisi, tidak kurang tidak lebih, serta memperhatikan faktor maupun aspek yang menyertainya.
Inilah semestinya yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang memberi jawaban; yakni memperhatikan sisi BENAR dan sisi BIJAK secara bersamaan dan bersinergi untuk menghasilkan jawaban yang berkualitas.
Jawaban yang BENAR saja tanpa BIJAK kerap kali ditolak oleh manusia karena tidak memberikan efek kenyamanan; terutama bagi kalangan awam yang kurang terpelajar.
Sebaliknya, jawaban yang BIJAK saja tanpa sisi BENAR tentu hanya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah yang lurus.
Inilah realita yang banyak terjadi. Kita melihat para da'i selebritis, mereka terlihat sangat bijak dalam memberi jawaban, namun kurang dari sisi BENAR. Sebaliknya, banyak da'i dari kalangan pembawa panji alhaq, mereka benar dalam mengurai jawaban, namun kurang dari sisi BIJAK; hingga jawaban tersebut bukannya menjadi obat yang menyembuhkan, melainkan justru menjelma menjadi fitnah yang mencemarkan nama baik dakwah di mata umat manusia.
Jawaban yang BENAR dan BIJAK sepatutnya memperhatikan banyak hal, di antaranya:
1. Kapan harus menjawab secara lugas dan singkat, serta kapan harus menjawab dengan uraian yang cukup panjang.
2. Kapan sebaiknya menjawab dan kapan sebaiknya diam saja.
3. Memeperhatikan kondisi pihak penanya.
4. Memberi jawaban yang tepat sasaran sesuai pertanyaan.
BENAR & BIJAK inilah sesungguhnya makna lain dari ILMU & HIKMAH, yang mana ilmu dan hikmah merupakan tafsir dari lafazh "BASHIROH" dari ayat 108 surat Yusuf.
Jadi, seseorang yang terbiasa memberi jawaban, terutama dari kalangan da'i, harus memiliki bashiroh, memiliki ilmu dan hikmah. Dengan ilmu menjadikan jawabannya benar; dan dengan hikmah menjadikan jawabannya bijak, insyaAllah.
Maka, siapa saja yang merasa belum memiliki ilmu dan hikmah, alangkah arifnya jika tidak bergampang-gampangan tampil menjawab; karena jawaban yang tidak memenuhi syarat ilmu dan hikmah (benar dan bijak) hanya akan menjadi fitnah dan musibah bagi agama yang mulia ini.
Semoga bermanfaat.
Barakallahu fiikum.......
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.