Sebuah catatan hitam yang mengiringi proses pengambilan keputusan kaderisasi seminggu
Siapa
yang tak kenal Pangeran Diponegoro ? Pangeran yang masih bergaris
keturunan Keraton Yogyakarta ini terkenal sebagai musuh Belanda yang
sangat sulit ditaklukkan. Beragam taktik perang dan olah siasat tak
kunjung berhasil meredam keberanian pasukan Diponegoro. Kompeni Belanda
tak hilang akal. Mereka memutar otak untuk mencari solusi baru. Lewat
komandan militernya, Jenderal De Kock pada tanggal 28 Maret 1830
mengundang Pangeran Diponegora berunding agar dapat tercapainya sebuah
resolusi damai. Karena merasa pasukannya tidak sekuat dulu, Pangeran
Diponegoro menyambut tawaran Belanda. Malang tak dapat ditolak, untung
tak dapat diraih. Belanda dengan liciknya mengkhianati tawarannya
sendiri. Tanpa basa – basi Pangeran Diponegoro dan pasukannya yang
datang untuk berunding dilucuti habis tanpa perlawanan. Pangeran
Diponegoro menyerah tanpa syarat. Dengan ditahannya Pangeran Diponegoro
praktis menandakan berakhirnya Perang Diponegoro.
Lalu
apa kaitannya ilustrasi diatas dengan forum OKKBK (Orientasi Keilmiahan
& Keprofesian Berbasis Kompetensi ) yang diselenggarakan Selasa 16
Juli kemarin ?
Selasa 16 Juli 2013 sudah
diplot sejak jauh – jauh hari oleh pihak Kemahasiswaan sebagai tanggal
terselanggaranya forum diskusi kedua yang membahas draft OKKBK yang
masih belum mencapai kata sepakat. Pada forum diskusi OKKBK pertama yang
terselenggara tanggal 1 Juli masing – masing pihak, yakni pihak Badan
Kemahasiswaan yang terdiri dari para Kajur (Ketua Jurusan) se – ITS dan
juga dari pihak perwakilan mahasiswa yang diwakili PSDM BEM ITS masih
memaparkan rancangan draft OKKBK-nya masing-masing sehingga belum
memungkinkan untuk menghasilkan kesepakatan. Maka dari itu Direktur
Badan Kemahasiswaan ITS, Pak Bambang Sampurno berinisiatif untuk
menyelenggarakan forum diskusi OKKBK lanjutan yang direncanakan dihelat
tanggal 16 Juli. Surat undangan dengan agenda “Forum Diskusi OKKBK”
segera diedar ke masing – masing Ketua Jurusan. Tak lupa PSDM BEM ITS
bersama HMJ seluruh ITS turut diundang.
Selang
waktu beberapa waktu setelah forum diskusi pertama, desas- desus bahwa
pengaderan hanya dibatasi satu minggu beredar kencang. Menurut informasi
yang beredar, para Kajur se-ITS sering mengadakan pertemuan yang agenda
utamanya menghapus tradisi pengaderan berkepanjangan yang selama ini
sudah jamak di ITS. Kabar ini terdengar sampai telinga PSDM BEM ITS.
Merespon isu tersebut, PSDM BEM ITS menggelar rapat marathon dengan
seluruh Ketua Departemen PSDM seluruh HMJ selama tiga hari berturut –
turut. Persiapan terus dikebut, mengingat forum diskusi kedua tinggal
empat hari lagi.
Forum diskusi
kedua pun tiba. Tampak hampir semua Ketua Jurusan hadir. Nyaris seluruh
kursi di Ruang Sidang Rektorat terisi penuh. Forum diskusi yang
dimoderatori Pak Bambang Sampurno ini dibuka dengan sambutan Pembantu
Rektor I, Pak Herman Sasongko. Pada akhir sambutannya hadirin dibuat
terkejut dengan perkataan beliau.
“Disini bukan tempatnya
lagi kita berdiskusi, Tidak adanya gunanya kita terus - terusan
berdiskusi panjang. Ini waktunya sosialisasi, “ tegas Pak Herman dengan
nada tinggi.
Mahasiswa yang
hadir tentu terkejut dengan sambutan di awal ini. Bagaimana tidak, kami
memenuhi undangan ini untuk berdiskusi. Kemudian forum “diskusi” ini
diisi oleh pemaparan konsep dari perwakilan Kajur yang dalam hal ini
disampaikan oleh Pak Pujo.
Dalam penjelasannya beliau lebih banyak
mendeskritkan konsep – konsep pengaderan yang selama ini yang ia yakini
terlalu banyak dampak negatifnya. Beliau juga memaparkan bahwa masa
orientasi maba tahun ini cukup satu minggu saja.
“Dulu ya,
pas zaman saya dikader, teman saya yang berasal dari Teknik Mesin
nyaris setengah gila gara – gara mengikuti pengaderan. Ada lagi maba
Teknik Kimia 2012 yang IP nya cum laude, namun gara – gara ia ikut pengaderan, ia nyaris lompat dari jendela asrama lantai 3 !, “ ujar pak Pujo berapi – api.
“Memang sudah seharusnya masa orientasi maba diisi dengan hal yang berbau menyenangkan, joyful training dan bersifat motivational.
Bukan seperti sekarang, pengaderan malah membuat maba tidak bisa makan
dan tidur tidak tenang. Sampai – sampai belajar pun tidak tenang, “
tutur Pak Pujo menambahkan.
Karena
merasa forum berjalan tidak berimbang karena argumen – argumen Pak Pujo
yang seakan – akan menelanjangi kebobrokan pengaderan, Presiden BEM
ITS, Zaid Marhi angkat bicara.
“Pada forum pertama 1 Juli
kemarin Pak Bambang mengatakan bahwa kegiatan kaderisasi dibatas hanya
sampai Desember, Oke, kawan – kawan HMJ kemudian berusaha mengonsep
dengan batas waktu tersebut. Namun sekarang tiba – tiba pihak
Kemahasiswaan dengan mudahnya meminta pengaderan hanya dibatasi satu
minggu diawal. Saya menjamin bahwa pembatasan selama 1 minggu ini tidak
serta merta menghilangkan pelanggaran yang sering terjadi di lapangan.”
“Terakhir,
saya rasa ini telah terjadi disorientasi forum. Pada surat undangan
jelas – jelas tertera ini merupakan forum diskusi, bukan forum
sosialisasi. Pada slide pertama Pak Puju juga tertulis judul “Forum
Diskusi Orientasi Maba”. Lagi, Bapak juga tadi menuliskan di slide Bapak
bahwa program ini masih berupa usulan !,” ujar Zaid mengkritisi.
Merasa tidak terima, Pak Pujo balik menyerang.
“Saya
kasih kesempatan bicara tadi hanya sekedar untuk melihat respon, bukan
untuk ajang berdiskusi. Sudah bukan tempatnya lagi disini berdiskusi.
Memang pada slide tertulis kata “usulan”, tapi itu dimaksudkan untuk
forum kemarin. Kalau sekarang bukan usulan lagi, tapi ketetapan, “ tutur
Pak Pujo mengelak dengan tensi tinggi.
Mahasiswa
yang datang dengan niatan baik untuk berdiskusi tiba – tiba merasa
“dikadali” oleh orang tuanya sendiri. Mahasiswa dipaksa menyetujui
program kaderisasi satu minggu. Saya merasa kita mengalami kemunduran
zaman hingga 20 – 30 tahun silam. Masih saja terjadi praktik
otoritarian, yang dengan kekuasaannya dapat memaksa pihak lain untuk
tunduk dengan perintahnya. Padahal sekarang kita sudah memasuki era
surplus demokrasi.
Andai saya
memiliki niat untuk mengerek peristiwa ini ke ranah pidana, Pasal
Kebohongan Publik, setidaknya saya sudah memiliki empat alat bukti cukup
untuk menjadikan seseorang tersangka.
- Pertama pada surat undangan yang ditujukan kepada PSDM BEM ITS yang saya rasa seluruh Kajur memiliki salinannya tertulis bahwa forum ini adalah forum diskusi, bukan sesi sosialisasi.
- Kedua, semua yang hadir pada forum tersebut membaca bahwa judul slide yang dibawakan Pak Pujo tertulis “Forum Diskusi Orientasi Maba 2013” .
- Ketiga, Pak Pujo juga menuliskan pada slide terakhirnya bahwa program kaderisasi seminggu ini masih sebatas usulan.
- Keempat, pada pagi harinya sebelum forum berlangsung, Menteri PSDM BEM ITS, Mashuri berinisiatif menemui Pak Bambang Sampurno. Disitu kembali beliau menegaskan bahwa forum siang nanti merupakan forum diskusi dan mahasiswa dipersilakan menyampaikan konsep dan gagasannya.
Anda
sudah bisa menggambarkan sendiri betapa aroma kebohongan terasa sangat
nyata. Ironisnya, itu dilakukan oleh figur – figur yang seharusnya
menjadi teladan kita semua ! Inikah wajah birokrat kita sekarang ?
Kawan
saya menggambarkan peristiwa tersebut seperti ayam – ayam yang digiring
ke kandang, lalu disembelih satu per satu di dalam. Saya malah
menganalogikan hal tersebut seperti penangkapan peristiwa Pangeran
Diponegoro yang sudah saya ilustrasikan diawal.
Pada akhir tulisan ini, dengan keterbatasan pengetahuan saya dalam bidang agama, izinkan saya mengutip sebuah ayat.
“Sesungguhnya
orang – orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu
juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu,
bahkan baik bagi kamu. Tiap – tiap seseorang dari mereka mendapat
balasan dari yang dikerjakannya. Dan siapa diantara mereka yang
mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab
yang besar. “ (QS An Nur : 11)
*versi
lengkap dengan pembahasan yang lebih komprehensif mengenai wacana
kaderisasi satu minggu dapat Anda simak pada Buletin Supermasi yang
akan segera kami rilis !
Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 (LPM 1.0)
Nb :
Kisah
penangkapan Pangeran Diponegoro diabadikan oleh pelukis Raden Saleh dan
sekarang terpajang di salah satu sudut Istana Negara. Lukisan yang
berusia lebih dari 150 tahun tersebut konon ditaksir berharga 45 miliar
rupiah ! Andai ada mahasiswa Despro yang bersedia melukis peristiwa
“penangkapan” mahasiswa oleh pihak Kemahasiswaan, kira-kira berapa harga
yang pantas dibayar ?
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.