6:22 PM
0
Sebuah catatan hitam yang mengiringi proses pengambilan keputusan kaderisasi seminggu

Siapa yang tak kenal Pangeran Diponegoro ? Pangeran yang masih bergaris keturunan Keraton Yogyakarta ini terkenal sebagai musuh Belanda yang sangat sulit ditaklukkan. Beragam taktik perang dan olah siasat tak kunjung berhasil meredam keberanian pasukan Diponegoro. Kompeni Belanda tak hilang akal. Mereka memutar otak untuk mencari solusi baru. Lewat komandan militernya, Jenderal De Kock pada tanggal 28 Maret 1830 mengundang Pangeran Diponegora berunding agar dapat tercapainya sebuah resolusi damai. Karena merasa pasukannya tidak sekuat dulu, Pangeran Diponegoro menyambut tawaran Belanda. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Belanda dengan liciknya mengkhianati tawarannya sendiri. Tanpa basa – basi Pangeran Diponegoro dan pasukannya yang datang untuk berunding dilucuti habis tanpa perlawanan. Pangeran Diponegoro menyerah tanpa syarat. Dengan ditahannya Pangeran Diponegoro praktis menandakan berakhirnya Perang Diponegoro.


Lalu apa kaitannya ilustrasi diatas dengan forum OKKBK (Orientasi Keilmiahan & Keprofesian Berbasis Kompetensi ) yang diselenggarakan Selasa 16 Juli kemarin ?

         Selasa 16 Juli 2013 sudah diplot sejak jauh – jauh hari oleh pihak Kemahasiswaan sebagai tanggal terselanggaranya forum diskusi kedua yang membahas draft OKKBK yang masih belum mencapai kata sepakat. Pada forum diskusi OKKBK pertama yang terselenggara tanggal 1 Juli masing – masing pihak, yakni pihak Badan Kemahasiswaan yang terdiri dari para Kajur (Ketua Jurusan) se – ITS dan juga dari pihak perwakilan mahasiswa yang diwakili PSDM BEM ITS masih memaparkan rancangan draft OKKBK-nya masing-masing sehingga belum memungkinkan untuk menghasilkan kesepakatan. Maka dari itu Direktur Badan Kemahasiswaan ITS, Pak Bambang Sampurno berinisiatif untuk menyelenggarakan forum diskusi OKKBK lanjutan yang direncanakan dihelat tanggal 16 Juli. Surat undangan dengan agenda “Forum Diskusi OKKBK” segera diedar ke masing – masing Ketua Jurusan. Tak lupa PSDM BEM ITS bersama HMJ seluruh ITS turut diundang.

  Selang waktu beberapa waktu setelah forum diskusi pertama, desas- desus bahwa pengaderan hanya dibatasi satu minggu beredar kencang. Menurut informasi yang beredar, para Kajur se-ITS sering mengadakan pertemuan yang agenda utamanya menghapus tradisi pengaderan berkepanjangan yang selama ini sudah jamak di ITS. Kabar ini terdengar sampai telinga PSDM BEM ITS. Merespon isu tersebut, PSDM BEM ITS menggelar rapat marathon dengan seluruh Ketua Departemen PSDM seluruh HMJ selama tiga hari berturut – turut. Persiapan terus dikebut, mengingat forum diskusi kedua tinggal empat hari lagi.

  Forum diskusi kedua pun tiba. Tampak hampir semua Ketua Jurusan hadir. Nyaris seluruh kursi di Ruang Sidang Rektorat terisi penuh. Forum diskusi yang dimoderatori Pak Bambang Sampurno ini dibuka dengan sambutan Pembantu Rektor I, Pak Herman Sasongko. Pada akhir sambutannya hadirin dibuat terkejut dengan perkataan beliau.

“Disini bukan tempatnya lagi kita berdiskusi, Tidak adanya gunanya kita terus - terusan berdiskusi panjang. Ini waktunya sosialisasi, “ tegas Pak Herman dengan nada tinggi.

  Mahasiswa yang hadir tentu terkejut dengan sambutan di awal ini. Bagaimana tidak, kami memenuhi undangan ini untuk berdiskusi. Kemudian forum “diskusi” ini diisi oleh pemaparan konsep dari perwakilan Kajur yang dalam hal ini disampaikan oleh Pak Pujo.
Dalam penjelasannya beliau lebih banyak mendeskritkan konsep – konsep pengaderan yang selama ini yang ia yakini terlalu banyak dampak negatifnya. Beliau juga memaparkan bahwa masa orientasi maba tahun ini cukup satu minggu saja.

“Dulu ya, pas zaman saya dikader, teman saya yang berasal dari Teknik Mesin nyaris setengah gila gara – gara mengikuti pengaderan. Ada lagi maba Teknik Kimia 2012 yang IP nya cum laude, namun gara – gara ia ikut pengaderan, ia nyaris lompat dari jendela asrama lantai 3 !, “ ujar pak Pujo berapi – api.

“Memang sudah seharusnya masa orientasi maba diisi dengan hal yang berbau menyenangkan, joyful training dan bersifat motivational. Bukan seperti sekarang, pengaderan malah membuat maba tidak bisa makan dan tidur tidak tenang. Sampai – sampai belajar pun tidak tenang, “ tutur Pak Pujo menambahkan.

  Karena merasa forum berjalan tidak berimbang karena argumen – argumen Pak Pujo yang seakan – akan menelanjangi kebobrokan pengaderan, Presiden BEM ITS, Zaid Marhi angkat bicara.

“Pada forum pertama 1 Juli kemarin Pak Bambang mengatakan bahwa kegiatan kaderisasi dibatas hanya sampai Desember, Oke, kawan – kawan HMJ kemudian berusaha mengonsep dengan batas waktu tersebut. Namun sekarang tiba – tiba pihak Kemahasiswaan dengan mudahnya meminta pengaderan hanya dibatasi satu minggu diawal. Saya menjamin bahwa pembatasan selama 1 minggu ini tidak serta merta menghilangkan pelanggaran yang sering terjadi di lapangan.”

“Terakhir, saya rasa ini telah terjadi disorientasi forum. Pada surat undangan jelas – jelas tertera ini merupakan forum diskusi, bukan forum sosialisasi. Pada slide pertama Pak Puju juga tertulis judul “Forum Diskusi Orientasi Maba”. Lagi, Bapak juga tadi menuliskan di slide Bapak bahwa program ini masih berupa usulan !,” ujar Zaid mengkritisi.

Merasa tidak terima, Pak Pujo balik menyerang.

“Saya kasih kesempatan bicara tadi hanya sekedar untuk melihat respon, bukan untuk ajang berdiskusi. Sudah bukan tempatnya lagi disini berdiskusi. Memang pada slide tertulis kata “usulan”, tapi itu dimaksudkan untuk forum kemarin. Kalau sekarang bukan usulan lagi, tapi ketetapan, “ tutur Pak Pujo mengelak dengan tensi tinggi.

  Mahasiswa yang datang dengan niatan baik untuk berdiskusi tiba – tiba merasa “dikadali” oleh orang tuanya sendiri. Mahasiswa dipaksa menyetujui program kaderisasi satu minggu. Saya merasa kita mengalami kemunduran zaman hingga 20 – 30 tahun silam. Masih saja terjadi praktik otoritarian, yang dengan kekuasaannya dapat memaksa pihak lain untuk tunduk dengan perintahnya. Padahal sekarang kita sudah memasuki era surplus demokrasi.

  Andai saya memiliki niat untuk mengerek peristiwa ini ke ranah pidana, Pasal Kebohongan Publik, setidaknya saya sudah memiliki empat alat bukti cukup untuk menjadikan seseorang tersangka.
  1. Pertama pada surat undangan yang ditujukan kepada PSDM BEM ITS yang saya rasa seluruh Kajur memiliki salinannya tertulis bahwa forum ini adalah forum diskusi, bukan sesi sosialisasi. 
  2. Kedua, semua yang hadir pada forum tersebut membaca bahwa judul slide yang dibawakan Pak Pujo tertulis “Forum Diskusi Orientasi Maba 2013” . 
  3. Ketiga, Pak Pujo juga menuliskan pada slide terakhirnya bahwa program kaderisasi seminggu ini masih sebatas usulan. 
  4. Keempat, pada pagi harinya sebelum forum berlangsung, Menteri PSDM BEM ITS, Mashuri berinisiatif menemui Pak Bambang Sampurno. Disitu kembali beliau menegaskan bahwa forum siang nanti merupakan forum diskusi dan mahasiswa dipersilakan menyampaikan konsep dan gagasannya.
  Anda sudah bisa menggambarkan sendiri betapa aroma kebohongan terasa sangat nyata. Ironisnya, itu dilakukan oleh figur – figur yang seharusnya menjadi teladan kita semua ! Inikah wajah birokrat kita sekarang ?
Kawan saya menggambarkan peristiwa tersebut seperti ayam – ayam yang digiring ke kandang, lalu disembelih satu per satu di dalam. Saya malah menganalogikan hal tersebut seperti penangkapan peristiwa Pangeran Diponegoro yang sudah saya ilustrasikan diawal.

  Pada akhir tulisan ini, dengan keterbatasan pengetahuan saya dalam bidang agama, izinkan saya mengutip sebuah ayat.

“Sesungguhnya orang – orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan baik bagi kamu. Tiap – tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari yang dikerjakannya. Dan siapa diantara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. “ (QS An Nur : 11)

*versi lengkap dengan pembahasan yang lebih komprehensif mengenai wacana kaderisasi satu minggu dapat Anda simak pada Buletin Supermasi  yang akan segera kami rilis !

Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 (LPM 1.0)

Nb :
Kisah penangkapan Pangeran Diponegoro diabadikan oleh pelukis Raden Saleh dan sekarang terpajang di salah satu sudut Istana Negara. Lukisan yang berusia lebih dari 150 tahun tersebut konon ditaksir berharga 45 miliar rupiah ! Andai ada mahasiswa Despro yang bersedia melukis peristiwa “penangkapan” mahasiswa oleh pihak Kemahasiswaan, kira-kira berapa harga yang pantas dibayar ?

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Recent Post