3:37 AM
0
Sebagaimana anak muda yang lain, kehidupan
mahasiswa Madinah juga tidak lepas dari yang
namanya kisah #cinta , dari yang menikah dengan
anak gurunya dahulu ketika di Indonesia sampai
yang menikah dengan adik teman sekamar.
Berikut sedikit gambaran umum problematika cinta
di tengah-tengah mahasiswa Madinah
[Menikah vs Kuliah]
Ayahku pernah cerita, ada seorang dosen yang
gemar membeli buku. Sebagian besar gajinya dia
habiskan untuk kepentingan ilmu. Jika ada buku
baru yang terbit, dia langsung ke toko buku untuk
membelinya. Suatu saat uang belanja istrinya
habis, sang istri meminta tambahan uang belanja
kepada suaminya, namun sang suami tidak
memberinya. Ketika waktu makan siang tiba,
betapa terkejutnya sang suami melihat buku-
bukunya berada dibalik tudung makan. Maa…!
mana makan siang kita? tanya sang suami. Makan
tu buku…! jawab sang istri dengan nada sewot.
Ibuku juga mengatakan, bahwa seorang laki-laki
tidak akan bisa konsentrasi belajar jika dia sibuk
dengan perempuan. Maksudnya pacaran, atau
lebih-lebih menikah. Jadi menurut ibuku kalau
menikah ya menikah, kalau kuliah ya kuliah.
Selesaikan kuliah dulu baru menikah, karena
menikah sambil kuliah hanya akan mengganggu
kuliah saja. Ibuku kemudian membawakan contoh
potret rumah tangga yang mana sang suami putus
kuliah akibat menikah teralu dini. Jadi seolah-olah
ada kemungkinan bahwa menikahlah yang
menyebabkan dia gagal kuliah, meskipun tidak
menutup kemungkinan ada sebab lain disamping
menikah itu sendiri.
Dari kisah hidup para ulama dapat kita jumpai
beberapa figur dari mereka yang tidak menikah
seperti Imam Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Entah apakah mereka sibuk dengan
ilmu atau ada faktor lainnya, yang jelas secara
zhahir mereka sangat sibuk dengan ilmu dan
dakwah. Ada kemungkinan mereka hanya berniat
untuk menunda pernikahan saja, namun ternyata
Allah sudah menjemput mereka sebelum mereka
menikah(ini hanya kemungkinan). Imam Ibnu
Daqiq Al Ied menyebutkan jika pernikahan itu
sekiranya mengganggu seseorang dalam menuntut
ilmu maka pernikahan itu hukumnya makruh[1].
Hal ini membuatku bertanya-tanya apakah
menikah dan menuntut ilmu merupakan dua hal
yang saling bertentangan? Kebanyakan
masyarakat di tanah air yang latar pendidikannya
tinggi pasti mensyaratkan anaknya untuk lulus
kuliah dulu sebelum menikah. Kira-kira apa yang
terjadi, jika seseorang yang belum lulus kuliah
menikah? Atau apakah kuliah bisa menjamin
keharmonisan rumah tangga seseorang?
Rasanya nggak adil kalau menikah yang disalahkan
dan dijadikan penghalang seseorang menuntut
ilmu. Sebenarnya menikah tidak mengganggu
seseorang menuntut ilmu sama sekali. Terganggu
tidaknya seseorang dalam menuntut ilmu kembali
kepada pribadi masing-masing.
Seorang yang menikah ditengah-tengah
kesibukannya menuntut ilmu harus benar-benar
pandai membagi waktu dan perasaan. Apa
maksudnya dengan waktu? Yaitu waktu untuk ilmu
dan waktu untuk keluarganya. Berikan waktu
untuk ilmu sesuai porsinya dan berikan pula waktu
anda bagi keluarga sesuai porsinya. Adapun
perasaan, ada sebuah nasehat guruku yang masih
kuingat sampai sekarang. Beliau mengatakan: Jika
anda tipe lelaki yang cuek, maka menikah lebih
baik bagi anda meskipun anda sedang menuntut
ilmu. Hal ini benar karena dengan menikah dia
bisa menjaga dirinya dari pandangan yang
diharamkan oleh Allah. Dan disatu sisi dia tidak
terbawa perasaan rindu yang terlalu berlebihan
ketika berada jauh dari istrinya. Namun jika anda
seorang lelaki dengan tipe perindu dan tidak bisa
berpisah dari istrinya. Maka bersabarlah sampai
anda menyelesaikan studi anda. Karena meskipun
dengan menikah anda bisa menjaga pandangan
anda, yang notabene hal tersebut mendukung anda
dalam menuntut ilmu(apalagi ilmu agama), anda
akan terganggu dengan perasaan rindu kepada
istri anda. Saat anda berada jauh di tempat anda
menuntut ilmu, hati anda selalu berada dikamar
bersamanya.
Inilah yang memecah konsentrasi dalam belajar.
Guruku mengatakan bahwa seorang yang tipenya
cuek ketika mendengar kabar sedih tentang
istrinya, dia akan mendoakan istrinya dan
sepenuhnya menyerahkan perkari ini kepada Allah.
Namun tipe perindu, berita tersebut akan
membuatnya gelisah. Maka tips pertama adalah
ketahuilah diri anda terlebih dahulu. Apakah anda
tipe cuek atau perindu?
Setelah anda mengetahui tipe anda, anda harus
mengetahui tipe calon yang anda pilih. Adakah dia
mendukung anda dalam menuntut ilmu dengan
sepenuh jiwa? Siapkah dia berpisah jauh dengan
anda sampai anda menyelesaikan studi anda?
Adakah dia seorang wanita yang kuat yang mampu
memotivasi anda ketika anda kehilangan semangat
belajar anda? Apakah dia seorang wanita yang
mampu menjaga dirinya dan anak-anak anda(kalau
ada) ketika anda jauh di sana?
Aku kagum dengan seorang wanita(istri dari
sahabatku) ketika ia mengatakan kepada
suaminya: "laki-laki pengecut, berapa banyak yang
ingin menuntut ilmu di kota Nabi shallallahu 'alaihi
wa salam namun Allah belum mentakdirkannya ke
sana. Sekarang anda yang sudah Allah pilih untuk
menuntut ilmu di sana ingin pulang hanya karena
rindu dengan diriku?" Sebuah kata-kata yang
membakar yang keluar dari lisan wanita
pemberani dan shalihah. Masya Allah
Tabarakallah. Namun aku juga pernah kecewa
ketika mendengar kisah seorang senior yang
ketika tiba di bandara dia harus menyerah setelah
mendengar kata-kata istrinya: "Kamu pilih aku
atau Madinah?" Akhirnya dia memilih untuk tidak
berangkat menuntut ilmu. Semoga Allah
memberkahi rumah tangga mereka.
Intinya harus ada kesepakatan dan saling
mengerti antara anda dan istri anda. Anda
mengerti dirinya dan dirinya mengerti anda
sebagai seorang penuntut ilmu. Insya Allah jika ini
tercapai anda sudah siap untuk membangun
rumah tangga meskipun ditengah-tengah
kesibukan anda menuntut ilmu, bahkan ketika tiba
waktunya bagi anda untuk mengajarkan ilmu anda
kepada masyarakat.
Namun ini semua bagi diriku hanya sebatas teori.
Karena mentalku sesungguhnya tidak seperti yang
aku tulis disini. Yah bisa dikatakan aku adalah tipe
perindu. Namun kutulis untuk menyebarkan
manfaat bagi kawan-kawanku atau siapa saja yang
menemukan manfaat dalam nasehat ini. Semoga
Allah meluruskan niatku dalam tulisan ini
ﺃﻟﻠﻬﻢ ﺗﻘﺒﻞ ﻣﻨﺎ ﺻﺎﻟﺢ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ
Mekkah, 19 Dzulhijjah 1431
Kutulis selepas kami menjalankan misi
penerjemah.
[1] Fathul Bari( bab qouli Nabiy: Manistatha’a
minkumul baa’ata falyatazawwaj)
---------------------------------------------------------
Haidir Rahman Lc, Alumnus Fakultas Hadits
Universitas Islam Madinah . Tulisan ini diambil
dari akun Facebook beliau tertanggal 25 November
2010. Kini beliau Sudah mendapatkan pendamping.
#LearnServeShare

Disadur dari cerita yg dibagikan kawan..

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Recent Post