Faktor Yang Menyebabkan
Manusia Menjadi Kafir & Meninggalkan Agama
Mereka, Yaitu: Sikap Yang Berlebihan Kepada Orang-orang Shaleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Firman Allah 'Azza wa
Jalla (artinya):
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (yang telah ditentukan Allah) dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..." (An-Nisa': 171)
Diriwayatkan dalam
Shahih Al-Bukhari,
tafsiran dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma
mengenai firman Allah Ta'ala (artinya):
"Dan
mereka (kaum Nabi Nuh) berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq maupun Nasr'." (Nuh:
23)
Ia mengatakan: "Ini adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka: "Dirikanlah patung-patung pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana oleh
mereka, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka." Orang-orang itupun melaksanakan bisikan syaitan tersebut, tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah."
Ibnu Qayyim
(Abu 'Abdillah: Muhammad bin Abu Bakr bin Ayyub bin Sa'd Az-Zur'i Ad-Dimasyqi, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Seorang ulama besar dan tokoh gerakan da'wah Islamiyah; murid Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah. Mempunyai banyak karya ilmiyah. Dilahirkan th. 691 H (1292 M) dan meninggal th. 751 H (1350 M)) mengatakan: "Banyak kalangan salaf yang berkata: 'Setelah mereka itu meninggal, orang-orang pun sering mendatangi kuburan mereka, lalu membikin patung-patung mereka; kemudian, setelah masa demi masa berlalu, akhirnya disembahlah patung-patung tersebut'."
Diriwayatkan dari
'Umar bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah 'Abdullah wa Rasuluhu' (Hamba Allah dan Rasul-Nya)." (HR
Al-Bukhari dan Muslim)
Dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kamu." (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu
'anhuma)
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Binasalah orang-orang yang berlebihan tindakannya." (Beliau sebutkan kalimat ini sampai tiga kali)
Kandungan tulisan
ini:
- Bahwa orang
yang memahami bab ini dan kedua bab berikutnya, akan jelas baginya keterasingan Islam; dan akan melihat betapa kuasa Allah itu untuk merubah hati manusia.
- Mengetahui bahwa
mula pertama syirik yang terjadi di muka bumi ini adalah karena sikap yang tidak benar terhadap orang-orang shaleh.
- Mengetahui apa yang pertama kali diperbuat orang-orang sehingga ajaran para Nabi menjadi berubah, dan apa faktor penyebabnya? Padahal para nabi itu, sebagaimana diketahui, adalah utusan Allah.
- Diterimanya hal-hal
bid'ah, padahal syari'at Ilahi dan fitrah murni manusia menolaknya.
- Faktor yang menyebabkan itu semua adalah pencampuradukan antara al-haq dengan al-bathil. Adapun yang pertama ialah: rasa cinta kepada orang-orang shaleh; sedang yang kedua ialah: tindakan yang dilakukan sejumlah orang berilmu dan beragama dengan maksud untuk suatu kebaikan, tetapi orang-orang yang datang sesudah mereka menduga bahwa apa
yang mereka maksudkan bukanlah hal itu.
- Tafsiran ayat
dalam surah Nuh. Ayat ini menunjukkan bahwa sikap yang berlebihan dan melampaui batas terhadap orang-orang shaleh adalah yang menyebabkan terjadinya syirik dan tuntunan agama para nabi ditinggalkan.
- Watak manusia
bahwa al-haq yang
ada dalam dirinya bisa berkurang, sedangkan al-bathil malah bisa bertambah.
- Bab ini
mengandung suatu bukti bagi kebenaran pernyataan kaum Salaf bahwa bid'ah adalah penyebab kekafiran, dan lebih disenangi oleh Iblis daripada maksiat, karena maksiat masih bisa diampuni, sedangkan bid'ah tidak.
- Syaitan mengetahui tentang dampak yang diakibatkan oleh bid'ah, sekalipun maksud pelakunya adalah baik.
- Mengetahui kaidah
umum, yaitu bahwa sikap berlebihan dalam agama dilarang; dan mengetahui pula apa dampak yang diakibatkannya.
- Bahaya dari
perbuatan sering berdiam diri di kuburan dengan niat untuk suatu amal shaleh.
- Larangan adanya
patung-patung, dan hikmah dalam pemusnahannya (untuk menjaga kemurnian tauhid dan mengikis kemusyrikan).
- Kisah tentang
kaum Nabi Nuh tersebut mengandung maksud besar, dan diperlukan sekali, meskipun sudah dilalaikan.
- Hal yang
paling mengherankan, bahwa
mereka (ahli bid'ah) telah membaca kisah ini dalam kitab-kitab tafsir dan hadits, dan mengerti arti kalimatnya; tetapi Allah menutup hati mereka, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh adalah amal ibadah yang terbaik, maka merekapun berkeyakinan bahwa apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya adalah kekafiran yang menghalalkan darah dan harta.
- Dinyatakan bahwa
sikap kaum Nabi Nuh yang berlebihan terhadap orang-orang shaleh tiada lain karena mengharapkan syafa'at mereka.
- Mereka menduga
bahwa inilah maksud orang-orang berilmu yang mendirikan patung-patung itu.
- Pernyataan penting
yang termuat dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam: "Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam..." Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan Allah
kepada beliau, yang telah menyampaikan risalah dengan sebenar-benarnya.
- Ketulusan hati
beliau kepada kita dengan memperingatkan bahwa akan binasa orang-orang yang berlebihan tindakannya.
- Dinyatakan dalam
kisah bahwa patung-patung itu baru disembah setelah ilmu (agama) dilupakan. Dengan demikian, dapat diketahui nilai keberadaan ilmu ini dan bahayanya apabila hilang.
- Bahwa sebab
hilangnya ilmu adalah matinya para ulama.
Dikutip dari
buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.