TIDAK MENCINTAI BUKAN BERARTI
HARUS MENINGGALKAN
Dengan wajah tertunduk sendu lesu dia mulai bersuara:
"Jujur ya Ammi, saya tidak pernah mencintai istri saya. Kami menikah karena perjodohan orangtua... Jauh dalam hati ini, saya tersiksa karena saya tidak bisa seutuhnya menikmati rumahtangga saya....."
Aku menghela nafas panjang. Kucoba mencari kejujuran di kilauan telaga matanya.
"Kalau boleh tahu, kenapa kamu mau menerima perjodohan itu?" tanyaku.
"Saya tidak berani melawan orangtua saya, Ammi. Saya ingin membahagiakan orangtua..."
"Mmm gitu... Khoir insyaAllah. Lantas, apa yang membuat kamu tidak bisa mencintai istrimu? Apa dia bukan wanita yang baik? Tidak sholihah?"
"Alhamdulillah dia sangat baik, Ammi. Akhlaqnya baik. Dia lembut dan penurut pada suami..."
"Apa dia tidak cantik?"
"Entahlah, Ammi... Kata orang sih dia lumayan cantik. Tapi entah kenapa saya merasa dia bukan tipe saya. Fisiknya tidak klik di hati saya. Jujur, saya tidak merasakan getaran atau debar apapun di hati saya terhadapnya. Jadi semuanya terasa hambar. Saya merasakan kosong dan tidak ada kenikmatan berumahtangga. Saat saya memeluknya, menciumnya, bahkan berhubungan intim, semuanya saya rasakan hambar, tidak ada kenikmatan apa-apa. Saya tidak mendapati sensasi apa-apa. Semua saya lakukan sebatas penunaian kewajiban sebagai suami, memberi nafkah lahir batin. Tapi, demi Allah, jauh di lubuk hati ini saya tidak merasa bahagia..."
Setitik airmata kulihat mulai menggenang di sudut matanya.
"jujur, sering terlintas dalam benak saya untuk menceraikannya, kemudian saya menikah dengan akhwat yang saya cintai dan saya harapkan. Tapi saya juga kasihan dengan istri dan satu anak saya, Ammi..... Saya berpikir tidak adil bagi mereka jika saya meninggalkan mereka. Mereka tidak bersalah. Keadaanlah yang mengharuskan semuanya begini...", isaknya mulai terdengar.
"Saya nyaman, tapi saya tidak bahagia, Ammi... Saya nyaman karena istri saya sangat baik. Tapi saya tidak bahagia karena saya tidak pernah mencintainya. Saya bingung, Ammi..... Saya tidak tahu harus gimana lagi..."
"Subhanallah...... Astaghfirullah..... Kamu sabar ya. Ammi bisa merasakan beban berat batinmu. Tolong dengarkan nasihat Ammi ya..."
"Iya, Ammi... Apa nasihat Ammi?"
"Rumahtangga itu bukan melulu persoalan klik. Pernikahan juga bukan melulu terkait kenikmatan seks. Memang, suami istri tak bisa lepas dari urusan seks. Tapi seks bukanlah segalanya. Substansi paling urgen dari suatu pernikahan adalah ibadah kepada Allah. Dalam suatu ibadah, terkadang kita harus mengorbankan ego dan perasaan kita. Justru, bila kita menuruti ego itu, maka fitnah dan kehancuran yang akan terjadi.
Tidak ada yang patut disesali dari pernikahanmu. Bahkan kamu wajib bersyukur, Allah telah memberimu istri yang baik serta keturunan dari rahim istrimu, dari benihmu sendiri.
Berdoalah kepada Allah, agar Allah menumbuhkan benih cinta dalam hatimu terhadap istrimu. Kalaupun Allah taqdirkan benih cinta itu tidak tumbuh di hatimu, maka ihtisablah kepada Allah bahwa Allah akan mengumpulkan kamu dan istrimu di dalam surga. Di sana, kamu akan bisa merasakan nikmat cinta yang sesungguhnya. Kamu memeluk, mencium, dan menggauli istrimu dengan nikmat cinta yang tiada tara.
Adapun di dunia ini, maka bersabarlah.... Dunia ini hanyalah ujian bagi orang yang beriman. Tanamkanlah prinsip dalam jiwamu: Biarlah aku tidak bahagia di dunia ini, asalkan bisa bahagia di akhirat nanti. Biarlah tidak merasakan cinta yang sesungguhnya di dunia ini, asalkan hidup bergelimang cinta di akhirat nanti.
Berdamailah dengan hati dan perasaanmu...... Jangan menjadi pemuja cinta dan seksualitas. Keduanya hanya ujian semata. Islam tidak mengajarkan klik dalam rumahtangga. Bahkan, klik dalam percintaan itu identik dengan hawa nafsu dan syahwat belaka, bukan ketulusan atas nama Allah.
Yang penting kamu sudah merasa nyaman dalam rumahtanggamu. Kenyamanan itu merupakan modal besar dan berharga untuk membina mahligai rumahtangga yang sakinah. Betapa banyak orang yang menikah karena klik cinta, tapi toh mereka tidak nyaman, mereka tidak bahagia. Ujungnya juga perpisahan...
Pertahankanlah rumahtanggamu. Istrimu dan anakmu adalah harta yang sangat berharga buatmu. Didik dan binalah keluargamu di atas ketaatan kepada Allah, insyaAllah itu menjadi bekal pertemuan kalian di dalam surga dengan segala nafas cinta yang hakiki.
Ketahuilah... Kamu boleh tidak mencintai istrimu, tapi bukan berarti kamu harus meninggalkannya. Ingatlah, masih ada hidup setelah hidup ini. Masih ada cinta setelah cinta di dunia ini. Bersabarlah... Mungkin kamu tidak mencintai fisik istrimu, tapi kamu akan sangat mencintainya dari sisi-sisi yang lain. Serahkan segalanya pada Allah......."
"Na'am, Ammi... Alhamdulillah saya mulai merasa tercerahkan. Saya merasa lebih tenang. Syukron, Ammi... Tolong ini dirahasiakan ya Ammi......."
"InsyaAllah Ammi akan menjaga urusanmu. Allah sebagai saksinya...."
disadur dari tulisan Ammi Ahmad Al Alawi
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.