Masihkah aku merasa bahwa kebenaran itu milikku?
Apakah benar itu hanya karena aku merasa itu benar tanpa peduli yang lain?
Nasihat-nasihat sesembahanku dan para makhluk lain yang dekat dengan Nya apakah masih ku ikuti?
Usang kah prinsip mengikuti petunjuk Nya di era modern ini?
Segenap rasa haruslah mengenal dan tahu tentang yang dirasa-rasa
Illahi adalah cinta sejati detak-detak nadi
Agar tak buta mata dalam karsa dan cipta
————————————–
MANUSIA yang dalam bahasa jawa disebut MANUNGSO, yang membawa makna dalam filosofi jawa ”
manunggal ing roso ” atau "bersatunya segala rasa atau perasaan dalam manusia itu sendiri".
Dari rasa sedih, suka, gembira, amarah, luka dan segenap rasa maupun
prasangka lainya.
Apabila kita tidak memperdulikan sesama disekitar kita, maka tak layaklah kita menyandang gelar sebagai manungso atau manusia.
[ nasihat Syech Siti Jenar ]
Dan tahukah kita, siapa musuh yang paling besar bagi kita, yaitu diri kita sendiri dan bukan apa maupun siapapun.
Karena memahami kehidupan itu sebenarnya adalah memahami diri kita sendiri, dalam laku perilaku sepanjang waktu.
Maka kendalikanlah pikiran kita agar serasi dengan suara nurani kita.
Sekilas tulisan di atas menjadi sesuatu yang biasa saja, mungkin dirasa sebagai sebuah puisi atau sajak karangan seorang pujangga. Namun saat coba kita meresapi pesan yang ada dalam tulisan itu, coba kita renungkan tentang keadaan manusia hari-hari ini, maka kita akan menjelajahi sebuah zona perenungan tentang makna hidup dan kehidupan.
Saat kita berinteraksi dengan manusia yang lain, pasti kita pernah mengalami pertentangan pendapat, berbeda kubu, dan bahkan bermusuhan. Semua itu berawal dari sebuah rasa diri tentang anggapan bahwa "saya yang paling benar" sebuah ego yang secara sadar atau tidak sadar telah menggerogoti kehidupan kita dan kita merasa angkuh. Sebuah keadaan yang mengantar kita pada posisi untuk TIDAK MAU DIKRITIK, terngiang kata seorang aktivis era "orde lama" (yang sebenarnya tidak pernah merasa dirinya adalah orde lama) "Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau" (Soe Hok Gie). Ya memang dia (Gie) mengatakan dalam catatannya tentang guru, karena saat itu dia sedang tidak suka dengan salah seorang gurunya semasa sekolah. Namun saat ini permasalahan bukan hanya ada pada guru, banyak orang semakin anti dan tidak mau mendengar kritikan, tidak mau kalau dirinya dinilai salah. Akan muncul sikap "defensive" secara otomatis pada orang tersebut saat di kritik dan dia akan melakukan berbagai hal untuk membenarkan pendapat atau keadaannya.
Oke sekarang ingin saya sampaikan sebuah prinsip yang saya rasa BENAR (silahkan jika saya salah untuk di kritik), Bahwa Kebenaran itu ada dua di dunia ini. Yang pertama kebenaran mutlak atau kebenaran hakiki, kebenaran ini berasal dari Allah yang termaktub dalam Al Quran dan Hadits yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Tidak ada yang saya ragukan dari sana, se tidak logis apapun yang ada di dalam sana, maka saya akan tetap meyakini itu benar. Walau para ilmuan, para dokter, dan para ahli apapun belum membuktikannya maka akan saya katakan dengan lantang ITU BENAR!. Tidak ada aspek toleransi terhadap penolakan kebenaran ini. Yang kedua adalah kebenaran relatif, yaitu segala kebenaran yang ada di sekitar kita yang bersumber selain dari kebenaran pertama tadi. Apapun sumber kebenaran relatif ini, baik riset, pengkajian, atau apapun selama dia tidak bersumber pada kebenaran hakiki maka saya akan tetap menilai itu kebenaran relatif. Riset tentang sebuah penemuan mutakhir, baik segi teknologi maupun penemuan baru tentang prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Semua itu akan tetap menjadi kebenaran relatif dimana semua hasil riset tadi akan sangat dipengaruhi oleh komponen di sekitarnya. Bisa saja variable yang digunakan terlalu sempit, atau ada variable lain yang belum dimasukkan dalam percobaannya, atau karena riset itu dibiayai pihak tertentu akan ada intervensi terkait hasilnya jika itu bertentangan dengan "maunya" si pemberi dana riset.
Ya ini adalah prinsip yang saya pegang dalam menjalani hidup sebagai manusia atau manungso, ketika pertautan hati, rasa sudah kita jadikan acuan tentang kebenaran. Bukan sekedar tentang apa yang dikatakan buku dan otak kita saat kita dihadapkan pada suatu masalah. Namun menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana kita menata dan memelihara hati atau rasa itu sendiri? Sebuah konsep yang telah terbukti sejak ribuan tahun silam, bahwa ada seorang manusia mulia telah berpesan "Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat sekerat
daging ( segumpal darah) , jika sekerat daging itu baik, maka baik pula
seluruh tubuh, dan jika sekerat daging itu rusak, maka rusaklah seluruh
tubuh. Ketahuilah, sekerat daging tersebut adalah hati."
Ya ini adalah pesan dari Rasulullah Muhammad SAW.
Jika seorang hamba hendak membuktikan kemurnian
cintanya untuk memperoleh cinta yang tulus, maka jalan satu-satunya
adalah dengan mengaktualisasikan dan mengimplementasikan syariat Allah
yang diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari yang telah dituntunkan. Dan saat hati itu dirawat dengan cara yang salah, dengan lingkungan yang salah, dengan kebiasaan hidup sehari-hari yang salah, maka jangan pernah kaget ketika ada seseorang yang seolah dia benar, maka kebenarannya itu menyesatkan. Jagalah hati dengan aktivitas utama berikut:
1. Mengikuti petunjuk, memurnikan tauhid, dan mengikhlaskan ibadah
hanya kepada Allah saja, sebagaimana kesesatan dan syirik itu merupakan
faktor terbesar bagi sempitnya dada.
2. Menjaga iman yang Allah sematkan ke dalam hati hamba-hamba-Nya dan juga amal shalih yang dilakukan seseorang.
3. Mencari ilmu syar’i yag bermanfaat. Setiap ilmu syar’i seseorang bertambah luas, maka akan semakin lapang pula hatinya.
4. Bertaubat dan kembali melakukan ketaatan kepada Allah yang Maha
Suci, mencintai-Nya dengan sepenuh hati, serta menghadapkan diri
kepada-Nya dan menikmati ibadah kepada-Nya.
5. Terus menerus berdzikir kepada-Nya dalam segala kondisi dan
tempat. Sebab dzikir mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan dalam
melapangkan dan meluaskan dada, menenangkan hati, serta menghilangkan
kebimbangan dan kedukaan.
6. Berbuat baik kepada sesama makhluk sebisa mungkin. Sebab,
seseorang yang murah hati lagi baik adalah manusia yang paling lapang
dadanya, paling baik jiwanya dan paling bahagia hatinya.
7. Mengeluarkan berbagai kotoran hati dari berbagai sifat tercela
yang menyebabkan hatinya menjadi sempit dan tersiksa, seperti dengki,
kebencian, iri, permusuhan, dan kedhaliman.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam pernah ditanya tentang sebaik-baik manusia, maka beliaupun menjawab, “Setiap orang yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya,kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya ?” Beliau menjawab, “yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.”
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam pernah ditanya tentang sebaik-baik manusia, maka beliaupun menjawab, “Setiap orang yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya,kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya ?” Beliau menjawab, “yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.”
8. Keberanian dalam membela kebenaran. Orang yang berani mempunyai dada yang lebih lapang dan hati yang lebih luas.
9. Meninggalkan sesuatu yang berlebihan dalam memandang, berbicara,
mendengar, bergaul, makan, dan tidur. Meninggalkan hal itu semua
merupakan salah satu faktor yang dapat melapangkan dada, menyenangkan
hati, dan menghilangkan keduakaan dan kesedihan.
10. Menyibukkan diri dengan amal atau ilmu syar’i yang bemanfaat
karena hal tersebut dapat menghindarkan hati dari hal-hal yang
menimbulkan keraguan hati.
11. Memperhatikan kegiatan hari ini dan tidak perlu khawatir
terhadap masa yang akan datang serta tidak sedih terhadap keadaan yang
terjadi pada masa-masa lalu. Seorang hamba harus selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, baik dalam hal
agama maupun dunia. Juga memohon kesuksesan kepada Rabb-Nya dalam
mencapai maksud dan tujuan serta memohon agar Dia membantunya dalam
mencapai tujuan tersebut. Ini akan dapat menghibur dari keduakaan dan
kesedihan.
12. Melihat kepada orang yang ada di bawah dan jangan melihat
kepada orang yang ada di atas dalam ‘afiat (kesehatan dan keselamatan)
dan rizki serta kenikmatan dunia lainnya.
13. Melupakan hal-hal tidak menyenangkan yang telah terjadi pada masa lalu, sehingga tidak larut memikirkannya.
14. Jika tertimpa musibah maka hendaknya berusaha meringankan agar
dampak buruknya bisa dihindari, serta berusaha keras untuk mencegahnya
sesuai dengan kemampuannya.
15. Menjaga kekuatan hati, tidak mudah tergoda serta tidak
terpengaruh angan-angan yang ditimbulkan oleh pemikiran-pemikiran buruk,
menahan marah, serta tidak mengkhawatirkan hilangnya hal-hal yang
disukai. Tetapi menyerahkan semuanya hanya kepada Allah dengan melakukan
hal-hal yang bermanfaat, serta memohon ampunan dan afiat kepada Allah.
16. Menyandarkan hati hanya kepada Allah seraya bertawakal
kepada-Nya. Berhusnudzan kepada Allah, Rabb Yang Maha Suci lagi Maha
Tinggi. Sebab, orang yang bertawakal kepada Allah tidak akan dipengaruhi
oleh kebimbangan dan keraguan.
17. Seseorang yang berakal menegetahui bahwa kehidupan yang
sebenarnya adalah kehidupan yang bahagia dan tenang. Karena kehidupan
itu singkat sekali, karena itu, jangan dipersingkat lagi dengan adanya
berbagai kesedihan dan memperbanyak keluhan. Karena justru hal itu
bertolak belakang dengan kehidupan yang benar dan sehat.
18. Jika tertimpa suatu hal yang tidak menyenangkan hendaknya ia
membandingkannya dengan berbagai kenikmatan yang telah dilimpahkan
kepadanya, baik berupa agama maupun duniawi. Ketika orang itu
membandingkannya maka akan tampak jelas kenikmatan yang diperolehnya
jauh lebih banyak dibandingkan musibah yang dia alami. Disamping itu,
perlu kiranya ia membandingkan antara terjadinya bahaya di masa depan
yang ditakutkan dengan banyaknya kemungkinana keselamatan. Karena
kemungkinan yang lemah tidak mungkin mengalahkan kemungkinan yang lebih
banyak dan kuat. Dengan demikian akan hilanglah rasa sedih dan takutnya.
19. Mengetahui bahwa gangguan dari orang lain tidak akan memberikan
mudharat atau bahaya kepadanya, khususnya yang berupa ucapan buruk,
tatapi hal itu justru akan memberikan mudharat kepada diri mereka
sendiri. Hal itu tidak perlu dimasukkan ke dalam hati dan tidak perlu
dipikirkan, sehingga tidak akan membahayakannya.
20. Mengarahkan pikirannya terhadap hal-hal yang membawa manfaat bagi dirinya, baik dalam urusan agama maupun dunia.
21. Hendaklah dia tidak menuntut terima kasih atas kebaikan yang
dilakukannya, kecuali mengharapkan balasan dari Allah. Dan hendaklah dia
mengetahui bahwa amal yang dia lakukan, pada hakekatnya merupakan
muamalah (jalinan) dengan Allah, sehingga tidak mempedulikan terima
kasih dari orang terhadap apa yang dia berikan kepadanya. Allah
berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih”. (QS. Al-Insan:9)
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih”. (QS. Al-Insan:9)
22. Memperhatikan hal-hal yang bermanfaat dan berusaha untuk dapat
merealisasikannya, serta tidak memperhatikan hal-hal yang buruk baginya,
sehingga otak dan pikirannya tidak disibukkan olehnya.
23. Berkonsentrasi pada aktivitas yang ada sekarang dan menyisihkan
aktivitas yang akan datang, sehingga aktivitas yang akan datang kelak
dikerjakan secara maksimal dan sepenuh hati.
24. Memilih dan berkonsentrasi pada aktivitas yang bermanfaat,
dengan mengutamakan yang lebih penting. Hendaklah ia memohon pertolongan
pada Allah, kemudian meminta pertimbangan orang lain, dan jika pilihan
itu telah sesuai dengan kemantapan hatinya, maka silahkan diamalkan
dengan penuh tawakal pada Allah.
25. Menyebut-nyebut nikmat Allah dengan memujinya, baik yang dhahir
maupun yang batin. Sebab, dengan menyadari dan menyebut-nyebut nikmat
Allah, maka Dia akan menghindarkan dirinya dari kebimbangan dan
kesusahan.
26. Hendaklah bergaul dan memperlakukan pasangan (suami maupun
istri) dan kaum kerabat serta semua orang yang mempunyai hubungan secara
baik . jika menemukan suatu aib, maka jangan disebarluaskan, tetapi
lihat pula kebaikan yang ada padanya. Dengan cara ini, persahabatan dan
hubungan akan terus terjalin dengan baik dan hati akan semakin lapang.
Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah bersabda, “Janganlah seorang mukmin
laki-laki membenci mukmin perempuan (istri) seandainya dia membenci
suatu akhlaknya, maka dia pasti meridhai sebagian lainnya.” (HR. Muslim)
27. Do’a memohon perbaikan semua hal dan urusan. Dan doa paling agung berkenaan dengan hal itu adalah :
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ
لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى
فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Allahumma ashlihlii diinii lladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa
ashlihlii dunyaya llatii fiihaa ma’asyii, wa ashlihlii akhirotii llatii
fiihaa ma’adii, waj’alilhayaata ziyaadatan lii fii kulli khair, waj’alil
mauta raahatan lii min kulli syarr.” (HR. Muslim)
Ya Allah perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku;
perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah
bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah
kehidupan ini penambah kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku sebagai
kebebasanku dari segala kejelekan.
Demikian juga dengan do’a berikut ini :
اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ
عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Allahumma rahmataka arjuu falaa takilnii ilaa nafsii thorfata’ainin wa ashlihlii sya’nii kullahu, laa ilaha illa anta.”
Ya Allah hanya rahmatMu aku berharap mendapatkannya. karena itu,
jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat
dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah
selain Engkau
28. Jihad di jalan Allah. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah
shalallu’alaihi wassalam, “ Berjihadlah di jalan Allah, karena jihad di
jalan Allah merupakan pintu dari pintu-pintu surga, yang dengannya
Allah menyelamatkan dari kedukaan dan kesedihan.”
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.