Peraturan
mengenai perdesaan telah digulirkan dalam sebuah undang-undang nomor 6 tahun
2014 tentang perdesaan. Namun perlu dipahami beberapa analisa pentingnya
regulasi ini jika dikaitkan dengan catatan pemerintah kita terkait kemiskinan
di Indonesia. Begitu juga pentingnya peran pemuda dalam upaya menyukseskan
aplikasi regulasi ini di seluruh desa di Indonesia. Beberapa pandangan dan
uraian kami sampaikan sebegai berikut.
Badan Pusat
Statistika (BPS) nasional dalam situsnya menyebutkan bahwa hingga tahun 2010
jumlah penduduk Indonesia ada di angka 237.641.236 jiwa (www.bps.go.id). Sebuah
angka yang kian tahun kian bertambah dan ini bagai pisau bermata dua. Dianggap
sebagai potensi saat kita mampu mengelolanya dengan baik, namun di saat yang
sama bisa dipandang sebagai ancaman atau resiko ketika jumlah itu tidak
diberdayakan dengan baik. Menurut sumber yang masih sama yakni dari situs BPS
pusat bahwa trend pertumbuhan jumlah penduduk miskin masih tinggi seiring
pertumbuhan penduduk itu sendiri. Sesuai grafik di bawah menunjukkan angka
kemiskinan di desa jauh lebih besar daripada di kota. Bahkan untuk data tahun
2011 63,21% komposisi penduduk miskin ada di desa yang artinya di kota ada
36,79% sisanya. Prosentase ini seakan menunjukkan hampir separo dari warga
miskin kita ada di desa. Atau dalam bahasa lain warga miskin di desa dua kali
lipat warga miskin di kota. Selain itu data tentang grafik warga miskin juga di
dapat dari situs tim nasional percepatan penanggulan kemiskinan (TNP2K) juga
ada dari tahun 1996-2011 (www.tnp2k.go.id). Didapat juga dari literatur lain
bahwa dari sekitar 37 juta rakyat Indonesia yang miskin, 63,58% di antaranya
adalah orang desa dan 70%- nya adalah petani. Maka dari itu membangun desa,
berdasarkan kajian data statistika tersebut sama halnya membereskan lebih dari
separuh permasalahan kemiskinan di Indonesia.
Kemudian lebih
lanjut kebutuhan rakyat Indonesia terutama di perdesaan terhadap regulasi baru
yang lebih memihak kepentingan mereka tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Pembangunan yang bias kota (lebih banyak berfokus di kota) harus segera
dihentikan karena mayoritas rakyat Indonesia tinggal di perdesaan. Selain
sebagai pusat sebaran kependudukan, desa adalah kantong utama kemiskinan dan
keterbelakangan. Undang Undang Pembangunan Perdesaan mengatasi kesimpangsiuran
dan tabrakan antar berbagai peraturan perundang-undangan yang ada tentang desa.
Hal ini dikarenakan undang-undang ini diarahkan
menjadi undang-undang induk pembangunan perdesaan yang
komprehensif,lintas sektoral, terpadu, dan holistis.
Di sisi lain
undang-undang ini tidak hanya membahas masalah pemerintahan desa, melainkan
juga masalah pembangunan desa. Karenanya, UU Pembangunan Perdesaan telah
membahas sejumlah isu krusial yang selama ini menjadi pokok persoalan
pembangunan perdesaan, yakni masalah kedudukan dan kewenangan desa, perencanaan
pembangunan desa, keuangan desa, alokasi anggaran dari APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Nasional) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) untuk desa, sumber-sumber ekonomi desa, termasuk tata kelola sumber
daya alam, demokrasi, dan birokrasi desa. Termasuk juga substansi undang-undang
ini juga memuat sebuah desain dan strategi baru pembangunan yang menempatkan desa sebagai arus utama
pembangunan nasional.
Masyarakat desa
diposisikan sebagai subjek pembangunan yang otonom dan berdaulat dalam
menentukan nasib mereka sendiri dan bukan objek pembangunan seperti selama ini.
Apalagi, lebih dari tiga dekade terakhir, pembangunan perdesaan di Indonesia
belum direncanakan dalam suatu grand design yang utuh dan dilaksanakan melalui
grand strategy yang terpadu. Akibatnya, berbagai produk perundangundangan yang
terkait dengan perdesaan gagal menciptakan keseimbangan antara pembangunan
perdesaan dan perkotaan serta antara daerah berkembang dan daerah tertinggal.
Ini juga sejalan dengan janji para calon presiden RI periode 2014-2019 tentang
konsentrasi mereka pada pembangunan desa.
Undang undang
Pembangunan Perdesaan memang bukanlah solusi utama bagi pembangunan desa,
tetapi ia menjadi pintu masuk yang sangat strategis untuk mengawal perubahan
desa dari keterpurukan dan keterbelakangan seperti selama ini menuju desa yang
mandiri, demokratis, dan sejahtera.
Lebih jauh dari sekedar telah lahirnya
undang-undang desa nomor 6 tahun 2014, peran pemuda terlebih mereka yang
mendapat kesempatan mendapat pendidikan tinggi menjadi krusial. Mereka yang
telah mendapat amanah rakyat lewat APBN yang mensubsidi perjuangan belajar mereka
di perguruan tinggi di berbagai daerah perlu sadar akan tanggungjawab ini. Para
lulusan pergurun tinggi hendaknya tidak menututup mata dengan keadaan
sekitarnya, apalagi mereka yang berasal dari desa. Sudah saatnya semua pemuda
turun tangan dan menyingsingkan lengan baju mengambil peran dalam sebuah
gerakan besar ini. Sebuah gerakan yang jika berhasil mampu mengatasi lebih dari
60% permasalah kemiskinan di Indonesia. Sebuah gerakan yang pasti mampu
meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa kita.
Ayo Pemuda,
Bergerak atau Tergantikan!!!
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.